Oct 21, 2005

mumblings.

jujur aja, sekarang ini saya lagi miskin yang berasa kaya.

gimana ngga miskin kalo ngga ada pemasukan. duit dari mana? ada sedikit sisa tabungan dan hasil kerja terakhir yang pas buat bayar kebutuhan pokok seperti uang rumah, utang komputer, listrik, air, telpon, dan makan a la kadarnya di hawker centres.
tapi jangan ajak saya pergi makan di restoran sekelas burger king pun, atau mengobrak-abrik cd di gramophone, atau nonton film di akhir pekan, dan juga pergi ke beberapa festival film yang sedang berlangsung. untung saja festival film perancis kali ini tidak memutar "hidden" nya michael haneke, karena kalau saja mereka berani memutar film ini, saya pun berani berhutang mati-matian, kalau perlu ngantri mati-matian di depan counter sistic.

tapi di tengah banyaknya waktu luang saya, ada perasaan bergetar setiap kali saya pergi ke esplanade library, dan melihat tumpukan buku tentang film yang berjejer rapi menjulang tinggi di depan saya yang kecil ini, baik secara fisik ataupun mental. seolah-olah mereka berkata, "come, read me this time", walaupun tetap untuk urusan screenplay, saya masih ingin menuntaskan semua buku dari syd field sebelum pindah ke pengarang lain. seperti layaknya juga beberapa buku pauline kael, pahlawan kritikus film yang saya hormati karena selalu jujur dalam menulis review tentang film-film yang pantas dia review.

film.

mungkin anda bingung kenapa semua tulisan saya tentang film. jangan khawatir, meminjam penggalan lirik dari seurieus yang terlalu sering digunakan, nauval juga manusia, punya rasa, punya hati. hanya saja, rasa dan hati saya tidak bisa memungkiri bahwa dia suka menonton film, suka menulis tentang film, bahkan tidak malu-malu mengakui bahwa satu-satunya mata kuliah dulu yang rajin saya datangi baik lecture maupun tutorial nya adalah mata kuliah american film.
menariknya, mata kuliah ini adalah mata kuliah pilihan (minor), yang berarti bukan termasuk mata kuliah wajib dari dua jurusan (majors) yang saya ambil waktu kuliah di nus dulu.

dan inilah kecanduan saya yang mulai harus diatasi.

hari-hari saya diisi dengan nonton film lewat dvd yang dipinjam dari esplanade library (sekali lagi, jangan suruh saya pinjam di tempat peminjaman dvd umum seperti videoezy, karena alasan finansial), dan setelah film itu selesai masa putarnya, maka saya akan duduk dan berpikir di depan monitor komputer untuk kemudian mencari informasi tentang film ini, dan memutuskan apakah si film layak untuk dianalisa lebih lanjut.

gila?

sayangnya, obat penyembuh kegilaan ini tidak ada. kalaupun ada, bentuknya hanya berbeda sedikit, yaitu saya tetap menulis, tapi tentang sesuatu yang lain. sekarang ini saya lagi getol menulis tentang acara-acara di singapore yang berkaitan dengan lebaran, karena mau ngga mau, artikel inilah yang bisa saya tawarkan ke media massa.

tapi saya tetap percaya kalau dalam waktu dekat, saya harus menulis tentang film, dan tulisan-tulisan itu harus dipublikasikan ke masyarakat luas. saya tidak mau pernah berpikir apakah pembaca umum mau mengerti, atau bahkan hanya sekedar untuk membaca, karena itulah kepuasan saya pribadi.

jaman ini banyak kompromi, susah sekali mencari kesenangan diri.

10 comments:

Anonymous said...

Horee komentator pertama lagi.. credits to bloglines alert.

About the posting, yup I agree, kepuasan pribadi, sebenarnya itu loh yang sejatinya membuat kita 'kaya' :)

Keep on writing Val..

dodY said...

kesenangan diri? uuhhm... sesuatu yang tampaknya hari-hari belakangan ini semakin tersisihkan saja dari kehidupan saya :-(

Anonymous said...

Whoaaa .. setiap kesempatan pulang ke Indonesia harus dimanfaatkan buat belanja DVD dong ya .

Papigiulio said...

:| :(

Sunny said...

Dear Nauval, saya senang dan bersyukur sekali dengan kegilaanmu. Karena itu membantu saya untuk memilah-milah film2 apa yang worthed saya tonton atau nggak, bener lhouw. Sayangnya, film2 yang elo recommended jarang ada di Indonesia, atau ada tapi gue gak perneh denger aja. Dengan kata lain, "apaaan tuuuhhh?" hehehehe.

Btw, out of curiosity, darimana sih kecintaan lo akan nonton dan reviewing film ini muncul? Ada pengaruh dari keluarga?

Tapi gue respek banget sama cara lo mandang dan nulis sebuah film. Jujur, brutal tapi classy dan tasteful. Udah pernah coba ngirim ke majalah belum? Denger2 review lo pernah dimuat di The Jakarta Post ya?

Anonymous said...

papigiulio, just give it up, man... hahaha you won't understand a word :P

nauval, paling repot lg esp. after the gas price hike huh? oh man....

guario said...

udah tahu kondisi sendiri trus ngotot nuduh orang boong terjemahannya BROADBAND:P.

udah deh, lo emang banceh film. leave with it. hari gini (kebanyakan) denial udah basi:D, hihi...

Nauval Yazid said...

wira,
so what's yours? :)
thanks for the encouragement.

dody,
justru karena itu harus dicari lagi kan?

silverlines,
not that easy dear.
not that easy on immigration controllers,
and not that easy to be played on my dvd player :)

Nauval Yazid said...

girl,
pernah gue bahas di blog juga ttg kecintaan gue ama film. let's just say that my family has come to acceptance on my incurable liking here :D
i did write for JP, but not on films, not yet though :)

papi,
sorry, promise to be in english next time! :)

'ka,
oh. you're talking about the gas. rite.

rio,
leave ato live?!?!?!
:D

Anonymous said...

Some tips, perhaps ? To get away from the immigration desk's eagle eyes ?

My Profile

My photo
Jakarta, Indonesia
A film festival manager. A writer. An avid moviegoer. An editor. An aspiring culinary fan. A man.